Wednesday, May 5, 2010

Belajar Moral Dari Kelinci & Kura-Kura Ala Malaysia

Semasa kecil dulu anda pasti pernah mendengar kisah fabel mengenai lomba lari antara kancil dan kura-kura. Ternyata kisah ini juga dikenal di negara tetangga kita, Malaysia. Entah siapa yang mencontek kekayaan budaya sastra tersebut, yang pasti ada hikmah yang bisa diambil dari kisah ini.

Menariknya, tokoh kancil diganti menjadi kelinci di fabel asal negeri tetangga tersebut. Saat si kelinci dan kura-kura lomba lari, kelinci yang sombong dan underestimate terhadap kura-kura berlari sekencang mungkin dan saat ia merasa lawannya tak mungkin mampu menyusulnya, kelinci pun beristirahat di bawah pohon dan tertidur pulas karena kelelahan. Sementara kura-kura yang melihat lawannya tertidur mencoba berlari sekuat tenaga, akibatnya ... bisa ditebak, kura-kura menang dengan jujur atas usahanya sendiri dan akibat kecerobohan lawannya. Asas fairplay ala FIFA dijunjung tinggi dalam kisah ini.

Sekarang kita simak kisah ini dalam versi negara kita tercinta, Indonesia. Kura-kura yang kesal dengan kesombongan kancil mengajak kancil untuk lomba lari. Tanpa sepengetahuan kancil, kura-kura menyusun strategi dengan teman-temannya, ia menempatkan beberapa kura-kura lainnya di setiap titik sepanjang rute balapan yang akan dilaluinya. Kancil yang tidak mengetahui rencana tersebut tetap berlari dengan penuh semangat tapi apa dinyana, setiap kali ia merasa sudah mendahului kura-kura, lawannya ini selalu berada jauh di depannya. Karena kelelahan dan tak memiliki mental juara (seperti komentar di pertandingan sepak bola ..hehe), kancil pun terpaksa mengakui kehebatan lawannya. Kura-kura menang telak atas kancil dan semua ini berkat kecerdikan (atau kelicikan?)nya.

Nah ... bila kita cermati ada satu poin penting tentang nilai moral yang bisa kita petik dari kisah ini. Jujur, personally penulis merasa prihatin dengan kisah kancil & kura-kura versi kita yang pernah kita baca waktu kecil dan kita kisahkan kembali secara turun temurun pada anak cucu kita. Tanpa sadar kita diajarkan untuk menjadi pemenang dengan segala cara. Antara cerdik dan licik pun seperti tidak ada bedanya, 11 12 kata orang.

Tak heran bila setiap kali ada pertandingan sepak bola di negara kita selalu saja diikuti dengan kerusuhan para supporter yang tidak bisa menerima kekalahan tim favoritnya dengan jantan. Atau tengoklah bentrokan antar para pendukung calon pemimpin daerah. Setiap kali tokoh politik yang mereka jagokan ternyata kalah, bisa dipastikan keributan terjadi. Tak heran kita sulit menerima kemenangan atau kelebihan orang lain.

So ... para pembaca yang budiman, ada baiknya kita lebih bisa memilih kisah, cerita, atau contoh perilaku yang kita ajarkan pada generasi berikutnya. Banyak yang bilang anak sekarang lebih kritis dan berani, tentunya tanggung jawab kita untuk mendidik mental mereka bukanlah tugas yang ringan. Tak lupa penulis ingatkan, walaupun banyak kebudayaan kita yang diklaim negara tetangga kita tersebut, tak ada salahnya kita juga ikut mengambil nilai-nilai moral yang mereka terapkan. Mencintai produk dan budaya dalam negeri, serta berbesar hati atas keberuntungan orang lain merupakan dua di antaranya. Semoga suatu saat nanti masyarakat kita lebih dewasa dan tayangan berita di televisi tidak melulu didominasi kekerasan.


No comments: